DPRD Bengkulu Respon Konflik Air dan Persawahan di Lebong

BENGKULU, sahabatrakyat.com– Setelah disurati pada bulan Mei 2023 lalu, persoalan pasokan air dan distribusi air yang banyak terbuang dari aliran irigasi bendungan atau DAM Pungguk Pedaro yang dikeluhkan petani di enam desa mencakup dua kecamatan di Kabupaten Lebong akhirnya direspon DPRD Provinsi Bengkulu.

Jika tak ada aral melintang, Komisi III yang antara lain membidangi pertanian, akan membahas masalah yang diadukan Kelompok Tani Telaga Makmur Lebong tersebut di Ruang Rapat Pimpinan DPRD Provinsi Bengkulu, Selasa (19/09/2023) mulai pukul 10.00 WIB.

Mewakili Kelompok Tani Telaga Makmur, Nurkholis Sastro mengatakan pihaknya akan memenuhi undangan raoat kerja mitra yang difasilitasi Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu itu. Selain dirinya, sejumlah utusan juga akan hadir. “Saya dan beberapa teman Serikat Tani akan hadir,” ujar Sastro, Senin (18/09/2023) siang.

Sastro mengatakan, sudah beberapa kali petani mengeluhkan kondisi air yang bersumber dari DAM Pungguk Pedaro. Bukan hanya petani dalam Poktan Telaga Makmur Desa Sungai Gerong, Kecamatan Amen, melainkan juga kelompok petani lainnya di Desa Sukau Rajo (Amen), Nangai Amen, Kelurahan Kampung Jawa dan Desa Tunggang–tiga desa terakhir masuk Kecamatan Lebong Utara.

“Karena pasokan air tak mampu menjangkau BK 15 sampai BK 20 yang letaknya memang masuk dalam wilayah persawahan petani dua kecamatan tersebut. Masalah pasokan air ini sebenarnya sudah mencuat sejak lama, sejak tahun 2018,” ujar Sastro.

Nurkholis Sastro

Ia menyebut, jika 1 BK saja mengairi 200-250 hektar, maka dari BK 15-BK 20 itu artinya mengairi sekitar 1.500 hektar. Itu artinya ada 1.500 hektar areal sawah yang kekurangan pasokan air. Sastro mengatakan sudah berulang kali mendatangi pintu air DAM Pungguk Pedaro, termasuk mengadu ke Komisi III DPRD Kabupaten Lebong. Tapi belum ada penyelesaian yang baik.

“Misalnya terhadap buka tutup pintu air oleh petugasatas perintah pihak tertentu dengan alasan terjadi banjir atau alasan lainnya. Padahal kalau terjadi banjir pada BK tertentu seharusnya petugas BK setempat yang buka tutup pintu air. Bukan buka tutup pada pintu utama pengambilan di Pungguk Pedaro,” jelas Sastro.

Selain itu, lanjut Sastro, persoalan tidak baiknya distribhsi air sehingga air ada yang terbuang kembali ke sungai Ketahun dan Sungai Kotok. Ditambah dengan persoalan banyaknya sampah dibuang ke dalam saluran irigasi sehingga sering menyumbat pintu pembagian atau pendangkalan saluran irigasi.

“Padahal ada UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dan PP Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi. Ketiga aturan itu memberi perlindungan dan mekanisme untuk pelaksanaan pembangunan yang memberi prioritas pada petani dalam mekanisme pembangunan,” kata Sastro.