Halasan Simare Mare/foto: Istimewa

JAKARTA, sahabatrakyatbengkulu.com– Banjir dan longsor yang terjadi di Provinsi Bengkulu pada 27 April 2019 menjadi duka mendalam bagi rakyat Bengkulu. Data terbaru menyebutkan korban meninggal dunia dalam bencana banjir dan longsor bertambah menjadi 30 orang.
Data tersebut juga menyebutkan, hingga saat ini sebanyak enam orang dinyatakan hilang, dua orang luka berat dan 2 orang luka ringan. serta mengakibatkan 12.000 warga mengungsi, serta rusaknya sejumlah fasilitas umum di sembilan kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu.
Melihat fakta itu, Halasan Simare Mare, mantan Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Bengkulu, mengatakan, bencana banjir dan longsor yang menerjang Bengkulu tidak bisa dilihat hanya sebagai akibat intensitas dan curah hujan yang tinggi.
Seperti juga hasil analisa sejumlah lembaga dan penggiat lingkungan, Halasan menilai bancana itu juga dipicu aktivitas pertambangan batu bara di kawasan hulu Sungai Bangkahulu.
“Kawasan yang dulu menjadi daerah aliran sungai di Kabupaten Bengkulu Tengah kini habis dikavling untuk pertambangan batu bara dan perkebunan sawit,” kata Halasan yang duduk di jajaran Pengurus Pusat PMKRI di Jakarta.
Halasan menambahkan, meski pemicu bencana ini awalnya adalah faktor hidrometeorologi, dimana terjadi hujan dengan intensitas tinggi dan angin kencang, namun jika kondisi lingkungan baik-baik saja dan pemanfaatan ruang diatur dengan benar dan ditaati oleh semua pihak, maka tidak akan terjadi bencana separah saat ini.
“Jika Pemerintah Provinsi Bengkulu tidak menindak tegas dan mereview kembali ijin pertambangan yang bermasalah maka potensi banjir yang lebih besar bisa terjadi pada masa yang akan datang,” katanya.
Seperti diungkap Genesis Bengkulu, ada delapan perusahaan tambang batu bara di kawasan Bukit Barisan. Yaitu PT Bengkulu Bio Energi, PT Kusuma Raya Utama, PT Bara Mega Quantum, PT Inti Bara Perdana, PT Danau Mas Hitam, PT Ratu Samban Mining, PT Griya Pat Petulai, PT Cipta Buana Seraya dengan luas 19.000 hektare.
Juga ada satu perusahaan sawit milik PT Agri Andalas yang berada di daerah tangkapan air Sungai Bengkulu.
Halasan menegaskan, bencana yang melanda Provinsi Bengkulu harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki lingkungan serta menindak tegas perusahan yang tidak menjalankan aktivitas pertambangan sesuai aturan pemerintah terkhusus bagi perusahaan yang tidak melakukan reklamasi lahan pasca tambang.
Selain itu, lanjut alumnus Universitas Bengkulu itu, kegiatan maupun rencana aktivitas pembangunan yang berpotensi menimbulkan risiko bagi lingkungan dan meningkatkan potensi bencana harus dihentikan.
“Bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi saat ini merupakan potret buruk pengelolaan sumber daya alam dan tata ruang di Provinsi Bengkulu,” tukas Halasan. “Bencana yang melanda Bengkulu hendaknya menjadi tamparan keras bagi Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk berbenah dalam mengatasi persoalan lingkungan agar dapat menjamin keselamatan warga dari ancaman bencana,” ujarnya.
“Untuk seluruh masyarakat Bengkulu yang terkena dampak bencana serta kepada keluarga yang menjadi korban bencana saya turut prihatin dan bersedih atas apa yang menimpa Provinsi Bengkulu. Kini saatnya kita bangkit dari keterpurukan dan menjadikan kembali Bengkulu tempat yang aman dari segala bencana,” tandasnya.
Tanggapan Perusahaan
Mengutip Kompas.com, Branch Manajer PT. Bara Mega Quantum (BMQ), Eka Nurdianty membantah tudingan sejumlah pihak yang menyebutkan salah satu perusahaan tambang di hulu Sungai Bengkulu menjadi penyebab banjir dan longsor adalah pertambangan miliknya.
“Saya harus luruskan dulu sejumlah pihak menyebut ada delapan perusahaan tambang pemicu banjir dan longsor di Bengkulu. Salah satunya disebut-sebut PT. BMQ. Itu tidak benar,” ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (2/5/2019).
Eka menjelaskan, saat ini perusahaan yang ia pimpin sama sekali belum pernah melakukan operasi eksploitasi batubara di hulu Sungai Bengkulu. Ia mengakui jika perusahaan sudah mengantongi izin. Namun kawasan pertambangan sesuai izin yang dipegang BMQ justru digarap orang lain tanpa seizin BMQ.
Eka bilang, ulah oknum itu sudah dilaporkan ke polisi, baik ke Mapolda Bengkulu maupun Mabes Polri. Eka memastikan jika pihak lain yang melakukan eksploitasi di kawasan pertambangan PT BMQ statusnya ilegal.
“Mereka menambang rakus. Merusak bentangan alam. Lokasi yang tidak boleh ditambang mereka bongkar-bongkar. Itu tidak seizin manajemen kami dan sudah dilaporkan ke Mabes Polri juga Polda Bengkulu,” bebernya kepada Kompas.com.


Pewarta: Jean Freire