LEBONG, sahabatrakyat.com – Pemerintah Daerah Kabupaten Lebong terkesan normatif dalam menanggapi reaksi penolakan penghapusan Padang Bano dalam rencana Revisi Perda Nomor 14 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lebong yang kembali mengemuka akhir-akhir ini.
Kabag Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Lebong M Subhan Ferry Susanto yang dikonfirmasi sahabatrakyat.com baru-baru ini bahkan mengaku tak bisa menjawab bagaimana responnya atas penolakan itu karena prosesnya masih tahap PK.
Menurut dia, Perda yang sudah berusia 7 tahun itu suka atau tidak harus melalui tahap Peninjauan Kembali (PK) untuk kemudian diputuskan revisi atau tidak oleh tim ahli yang melakukan penilaian.
Yang jelas, sampainya, tahapan PK sebelum revisi sudah diatur dalam Permen ATR dan dan undang-undang yang menyebutkan bahwa PK RTRW dilakukan minimal 5 tahun sekali.
Dari PK itu ada dua hal yang akan dilihat, yaitu kesesuaian ruang dan kesesuaian terhadap peraturan yang lebih tinggi.
“Dalam PK sendiri akan dilakukan tahapan pengkajian, evaluasi dan skoring,” jelas Subhan.
Yang melakukan itu, kata dia, adalah Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD) Lebong dan berkoordinasi dengan TKPRD Provinsi serta TKPR Nasional.
“Makanya kita tidak bisa mengeluarkan statement apakah Padang Bano bakal dilepas atau tidak,” ujar Subhan di ruang kerjanya pada Kamis (25/7/2019).
“Karena inti dari PK RTRW sesuai tidak pemanfaatan ruang, yang kedua sesuai tidak dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,” ulangnya.
Disampakan Subhan, pemerintah daerah sudah berupaya untuk memperjuangkan wilayah Padang Bano tetap menjadi wilayah Lebong, seperti pembangunan aset dan  pelayanan pendidikan, kesehatan dan lainnya.
“Kita tunggu dulu hasil penilaian,” katanya.
Subhan juga mengakui hingga kini belum ada panggilan dari Pemprov Bengkulu terkait pembahasan titik koordinat yang tertunda pasca rapat koordinasi pada Maret 2018.
“Kalau untuk pemanggilan dari provinsi terkait pembahasan titik koordinat belum ada menerima surat dari Provinsi,” tuturnya.

Syabahul Adha

Terpisah, Syabahul Adha, Kabag Hukum Setda Lebong juga tak banyak memberi komentar. Dia bilang belum menerima naskah akademik rencana revisi Perda RTRW tersebut karena masih tahap peninjauan kembali.
Adapun Kepala Bidang Tata Ruang PUPR Lebong, Heri mengungkapkan, evaluasi RTRW berdasarkan Permen ATR dan hasilnya akan disampaikan tahun ini untuk direvisi atau tidak.
Jika direvisi, sambungnya, maka prosesnya akan dilakukan di tahun 2020.
Tim penilai sendiri, sebut Heri, terdiri dari unsur pemerintah daerah, akademisi, dan lembaga peneliti. Tim itu sudah ditetapkan dalam surat keputusan.
Dari pemerintah daerah diutus Sekretaris Daerah (Sekda) Lebong; akademisi dari UNIB; dan lembaga penelitian dari LPPM UNIB.
“Yang mengkaji mereka, nanti hasil keputusan akan dinaikkan kepada kepala daerah untuk ditetapkan harus direvisi atau tidak,” kata Heri pada  Senin (22/7/2019) di ruang kerjanya.
Heri

Heri mengatakan, dalam peta wilayah Perda RTRW Lebong saat ini, Kecamatan Padang Bano ditandai sebagai wilayah yang belum tuntas dibahas karena dibuat sebelum Permendagri Nomor 20 Tahun 2015.
Revisi, kata Heri, dimaksudkan sebagai jalan mengembangkan potensi wilayah dan ruang yang ada seperti kawasan yang saat ini membatasi adanya investasi industri, jalan tembus keluar dan lainnya.
“Tinggal lagi dari Pemda kita menyikapi Permendagri itu kan, apakah ditolak atau menerima,” tandasnya.
Dari kalangan legislatif, Ketua Bapemperda DPRD Kabupaten Lebong, Sunyono menyampaikan, soal revisi Perda RTRW sendiri legislatif belum mengetahui karena belum ada diajukan.
Terkait penolakan dari masyarakat, kata dia, silahkan dilakukan dengan penyampaian aspirasi agar menjadi masukan terhadap pembuat kebijakan.
Yang jelas, sampai Sunyono, legislatif akan selalu bersama aspirasi rakyat.
“Kami belum bisa berkomentar banyak karena pengajuan revisi belum dilakukan. Kepada masyarakat silahkan menyampaikan aspirasinya,” tandas Sunyono ditemui Santu (20/7/2019) di grosir pakaiannya di Kecamatan Amen.


Laporan: Aka Budiman