Puluhan anggota Kelompok Telaga Makmur saat mengikuti pertemuan di Sekolah Lapang Petani/Sekolah Rakyat, Rabu (02/11/2022) 

LEBONG, sahabatrakyat.com-
Sekitar 20 orang anggota berkumpul di markas Kelompok Telaga Makmur, Rabu (02/11/2022) siang. Ini adalah kelompok tani yang terletak di Desa Sungai Gerong, Kecamatan Amen, Lebong.

Salah satu agenda pertemuan itu adalah penyusunan Rencana Definitif Kelompok atau RDK selama musim tanam 2022/2023. Sekaligus menyepakati agenda pelaksanaan Sekolah Rakyat/Sekolah Lapang Petani.

Sekolah lapang ini tak hanya untuk kelompok Telaga Makmur tetapi sudah akan melibatkan anggota kelompok sekitar, seperti dari Desa Sukaraja (2 kelompok) dan dari Kelurahan Amen.

Para guru dan sesepuh kelompok, misalnya Pak Toto, Pak Hasandi dan Pak Aziz tampak antusias dan selalu bersemangat memandu sekaligus menjadi narasumber, pengampu di Sekolah Lapang ini.

Mulai 3-7 November semua anggota kelompok melakukan perendaman dan penyemaian benih padi. Sembari proses sanitasi dan peracunan hama tikus di pematang atau pungguk sawah. Setelah itu penanaman padi dan pemupukan dasar.

“Ini akan berantai dengan proses pengamatan pertumbuhan padi, pengendalian gulma tanaman. Hingga ke proses pengamatan hama tanaman padi. Setelah itu berlanjut dengan persiapan dan penanganan panen,” jelas Nurcholis Sastro, inisiator Sekolah Lapang Petani.

Sastro menambahkan, rangkaian detil kegiatan akan dibahas secara detail saat kegiatan sekolah lapang yang diagendakan setelah persemaian dan sekitar 21 kali pertemuan.

Dalam Sekolah Lapang ini, ujar Sastro, mereka tentu tetap melibatkan pihak Pertanian dan kemungkinan juga dari BMKG untuk iklim dan perguruan tinggi.

“Hari itu saya sungguh senang, Memi, bik Tuti dan bik Zuh ikut terlibat dalam pertemuan. Bik Zuh sungguh asertif dan kritis ingin diskusi soal benih, pupuk dan ketersediaan air irigasi. Lebih jauh ini merupakan persoalan menempatkan ruang untuk para perempuan petani menyuarakan persoalan pertanian,” cerita Sastro.

Dalam pandangan Sastro, selama ini sepertinya program pertanian agak bias gender, walupun ada dibuat kegiatan Wanita Tani.

“Semangat mereka menjadi kekuatan kami untuk mencari dan memobilisasi sumberdaya. Bertani untuk ketahanan pangan kami,” ujar Sastro.

Pada pertemuan awal ini peserta sempat membahas praktek yang keliru yang selama ini berlangsung. Misalnya, pengetahuan soal kebutuhan pembenihan per hektar dan jumlah rumpun tanam.

“Sehingga beberapa tahun yg lalu setiap tahunnya setiap 10.000 ha di Lebong akan terbuang sekitar 36 ton benih padi. Ini merupakan catatan penting dari pengetahuan pembenihan di petani kita,” tutup Sastro. (**)