Massa HMI dan IPKM saat unjuk rasa di PN Arga Makmur. Mereka menuntut vonis bebas bagi Poniran dan Manisem/firman
Massa HMI dan IPKM saat unjuk rasa di PN Arga Makmur. Mereka menuntut vonis bebas bagi Poniran dan Manisem/firman

BENGKULU UTARA, sahabatrakyat.com– Puluhan mahasiswa dan pemuda, gabungan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bengkulu dan Ikatan Pemuda Kabupaten Mukomuko (IPKM), Selasa (25/10/2016), menggelar aksi unjuk rasa di PN Arga Makmur, Bengkulu Utara.

Aksi unjuk rasa itu terkait kasus dugaan pencurian yang didakwakan kepada pasangan suami istri Poniran dan Manisem, petani sawit asal Desa Argajaya, Kecamatan Air Rami, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, yang didakwa mencuri buah sawit milik PT Daria Dharma Pratama (DDP) pada Minggu, 12 Juni 2016.

Dalam orasinya, demonstran menilai ada sejumlah kejanggalan dalam penanganan perkara itu. Di antaranya objek perkara dan proses persidangan yang dilaksanakan oleh PN Arga Makmur.

Demonstran menyebut, objek perkara berupa tandan buah segar sawit sebanyak 800 kg yang jika dikonversikan dengan harga saat ini hanya berkisar Rp 1,2 juta. Dengan nilai itu, mestinya persidangan dilakukan dengan cepat oleh hakim tunggal.

Hal itu seperti diatur Pasal 2 ayat (2) dalam Peraturan Mahkamah Agung, yang menyebut apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak lebih dari Rp. 2.500.000,- ketua pengadlan segera menetapkan hakim tunggal untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut dengan acara cepat yang diatur dalam pasal 205-210 KUHAP.

“Dalam kenyataannya, kasus ini disidangkan seperti biasa, dengan tiga hakim. Ini adalah sebuah kesalahan,” kata Ketua HMI Cabang Bengkulu, Niko Ryoza Oscar dalam orasinya.

Oscar menambahkan, Poniran yang diduga mengambil sawit secara berulang-ulang juga janggal dan tak masuk akal. Sebab TBS sawit yang dipanen Poniran adalah miliknya sendiri yang sudah ditanam sejak 1997. “Jadi apakah mereka benar-benar mencuri?”

Sementara PT DDP, lanjut Oscar, meski sudah mendaftarkan hak guna usaha dan lahan di hadapan notaris, namun PT DDP belum memenuhi ketentuan dalam PP Nomor 40 tahun 1996. PT DDP belum pernah melaporkan peralihan hak guna usaha dan hak guna bangunan itu ke BPN.

Atas sejumlah kejanggalan itu, HMI meminta hakim agar memberi keputusan yang seadil-adilnya, secara iklas dan mempertimbangkan kemanusiaan. Sementara IPKM meminta hakim agar memutus bebas. “Saya mewakili pemuda Mukomuko meminta kepada bapak hakim untuk memberi putusan
bebas kepada Poniran dan Manisem,” katanya.

Perwakilan PN Arga Makmur menanggapi aspirasi HMI dan IPKM/firman
Perwakilan PN Arga Makmur menanggapi aspirasi HMI dan IPKM/firman

 

Lihat Pidana

Sementara, pihak pengadilan yang diwakili hakim Agung Hartanto saat menemui pendemo menegaskan bahwa proses pengadilan terhadap Poniran dan Manisem akan dilakukan secara adil.

“Pada intinya PN Arga Makmur akan memutuskan setiap perkara dengan seadil-adilnya. Insya Allah. Kami terima kasih atas dukungan dari teman-teman untuk mendukung PN Arga Makmur untuk memutus perkara ini seadil-adilnya,” kata Agung.

Terkait kejanggalan seperti status lahan yang disebut-sebut demonstran, Agung mengatakan, dalam kasus ini hakim hanya melihat tindak pidana saja. Sementara soal status tanah dan lainnya merupakan aspek lain yang bisa diproses jika ada gugatan.

“Karena awal faktanya itu kan laporan masyarakat ke kepolisian lalu pemberkasan, naik ke kejaksaan. Pengadilan menerima perkara tersebut lalu dibuatlah agenda sidang. Di sidangkan lah, nanti kita lihat. Ini belum diputus. Sidang vonisnya Kamis (27 Oktober 2016, red),” kata Agung.

 

Penulis : MS Firman
Editor : Jees