Sekdes-Simpang-Ketenong-Hamidin-BAE-saat-menunjukan-ikon-Desa-Tugu-IkanSebagai-Simbol-Sejarah
Sekdes Simpang Ketenong, Hamidin, BAE menunjukan ikon Desa Simpang Ketenong, Tugu Ikan/foto firman-sahabatrakyat.com

BENGKULU UTARA, sahabatrakyat.com– Tak seperti desa-desa lainnya di Kecamatan Kerkap, Bengkulu Utara, Desa Simpang Ketenong merupakan satu-satunya desa yang mengabadikan cerita asal-usulnya secara simbolik, yakni Tugu Ikan.

Sekretaris Desa Simpang Ketenong Hamidin, BAE saat dijumpai sahabatrakyat.com di kediamannya baru-baru ini, menuturkan kisah di balik pembangunan Tugu Ikan tersebut sehingga dianggap sebagai simbol desa.

Ceritanya bermula dari dua orang kakak beradik. Masing-masing Rio Gelung (kakak) dan Rio Mangak (adik). Mereka tinggal di dataran Kelindang/Mong Kelindang (Kali Kelindang).

Sang adik, Rio Mangak punya dua ekor ikan semeak rambai. Suatu hari, satu ekor ikan itu hilang. Hilangnya ikan tersebut membuat kakak beradik ini bertengkar.

Setelah diselidiki, rupanya ikan tersebut diambil sang kakak, Rio Gelung. Hal itu ditandai dengan melihat bekas sisik ikan semeak rambai yang ditemukan di tempat sampah.

Maka untuk mengganti ikan tersebut, Rio Gelung menggoreskan tongkatnya membuat kali kecil (mong panjang). Menurut tradisi dahulu, mong panjang digunakan masyarakat untuk berkumpul mengambil ikan.

Namun pertengkaran Rio Gelung dan Rio Mangak masih terus saja terjadi. Karena itu, orang tua mereka lantas memberikan pilihan kepada Rio Mangak untuk pergi merantau. Ia diperkenankan membawa seluruh benda pusaka yang ada, di antaranya: gong, kulintang, tombak bumei dan lainya, dengan syarat berjalan kaki seharian.

Dimana pun bertumbuk (berhenti) di situlah tempat bermukim (membuat dusun). Alkisah, tempat dimana Rio Mangak berhenti itu adalah daerah tumbuk, yang menjadi cikal bakal Desa Tumbuk (Desa Renah Kandis, Bengkulu Tengah).

“Sementara itu, Rio Gelung masih bermukim di dataran kelindang, namun tidak menetap. Ia selalu berpindah-pindah hingga sampai ke pinggiran Air Ketenong (Ketenong lama/sadei an) dan selanjutnya pindah ke simpang menuju air yang tenang. Maka jadilah nama Desa Simpang Ketenong,” tutur Hamidin.

Sejak itu hingga bubarnya era marga, dimana Desa Simpang Ketenong sebagai ibu kota Marga Palik, dengan pasirah Ismail Rasyid, dan setelah beberapa periode kepala desa, maka pada tahun 2015 dibangunlah Bundaran Tugu Ikan Semeak Rambai Rio Gelung-Rio Mangak.

“Tugu itu sebagai monumen sejarah sekaligus ikon Desa Simpang Ketenong,” kata Hamidin, yang di masa pembangunan awal tugu itu menjabat sebagai pelaksana tugas kepala desa.

Desa Simpang Ketenong terus berkembang. Saat ini jumlah penduduk desa seluas 240 meter persegi itu sudah mencapai 520 jiwa. Mayoritas bertani dan berladang/kebun. Sebagian lagi sudah menjadi aparatur sipil negara.

Profil Desa Simpang Ketenong:
Luas Wilayah: 420.000 m2
Jumlah Penduduk: 520 jiwa

Batas Wilayah:
Sebelah Utara: Desa Taba Padang R dan Desa Padang Bendar
Sebelah Selatan: Desa Jogya Baru dan Perbo,
Sebelah Timur: Desa Aur Gading
Sebelah Barat: Desa Lubuk Jale.

Struktur Desa Simpang Ketenong

Kades : Bobi Hardiansyah
Sekdes : Hamidin
Ketua BPD : Eka Haryanto
Kasi Pemerintahan : Rizqi Rinaldi
Kasi Kensos : Emilia
Kasi Pelayanan Umum : Setiabudi Santoso
Kaur Perencanaan : Joni Mardiansyah
Kaur Keuangan : Meky Phanhoten
Kaur Tata Ruang : Melawati

Penulis: MS Firman
Editor: Jees