Jakarta – Seiring dengan gagasan rehabilitasi sosial ini, baru-baru ini Edi diganjar penghargaan tingkat Asia dari Asian Insitute of Technology Alumni Association (AITAA) sebagai AITAA Distinguished Alumni dalam kategori Public Sector.
Penghargaan diberikan pada The 47th Governing Board Meeting on 2nd–4th November 2018 di Jakarta. Acara ini dihadiri oleh perwakilan alumni Asian Institute of Technology (AIT) dari berbagai negara. Tim AITAA menjelaskan bahwa penghargaan diberikan sebagai pengakuan atas jasa dan pelayanannya kepada masyarakat melalui kontribusi dan prestasi teknis dan profesional yang luar biasa.
“Penghargaan ini merupakan sebuah kehormatan bagi saya dan semakin memacu kami di Kementerian Sosial, khususnya di Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial agar terus melakukan yang terbaik, membuat terobosan dan inovasi dalam melayani publik,” tuturnya.
Doktor alumni Massey University, New Zealand ini mengungkapkan saat ini skema pelayanan publik yang dilakukan Ditjen Rehsos tengah berubah.
Menyambut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah serta upaya memperkuat amanat UU lain yang memberi kewenangan Kemensos untuk melakukan pembangunan kesejahteraan sosial yakni UU KESOS, UU Fakir Miskin, UU Sistem Peradilan Pidana Anak, dll, mengharuskan Rehabilitasi Sosial memiliki pendekatan baru.
“Maka dibuatlah Program Rehabilitasi Sosial 5.0 NP. Yang intinya, semua direktorat dan balai di bawah Ditjen Rehsos harus memiliki sistem rehsos yang holistik, sistematik dan terstandar,” katanya.
Edi lahir di Majalengka, 06 November 1965. Menyelesaikan studi S3 di Massey University, New Zealand (PhD), S2 di Asian Institute of Technology, Thailand dan meraih gelar S1 dari Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, Bandung.
Sebelum dilantik sebagai Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, ia pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pendidikan, Penelitian dan Penyuluhan Sosial (Badiklitpensos), Direktur Rehabilitasi Sosial Anak, dan Direktur Jaminan Sosial Kementerian Sosial RI.
Karir Edi di luar Kementerian Sosial tercatat pernah menjadi Konsultan di Center for Policy Studies Hungaria, Galway Development Services International, Irlandia. Ia juga pernah menjadi Konsultan untuk UNESCAP Bangkok, UNICEF Indonesia, Plan International Indonesia, UNDP, USAID, EQUITAS Canada.
Ia pernah menjadi Ketua Program Pasca Sarjana Spesialis Pekerjaan Sosial (2005-2008) di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung dan Wakil Ketua I Bidang Akademik (2008–2011) juga di STKS yang merupakan sekolah tinggi kedinasan milik Kementerian Sosial.
Selain kesibukannya sebagai Dirjen, Edi juga menjadi Dosen Luar Biasa untuk Program S1,S2, dan S3 di beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Padjajaran Bandung, Universitas Pasundan Bandung, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan Universitas Indonesia.
Mata kuliah yang disampaikan meliputi Pekerjaan Sosial Industri, Pekerjaan Sosial dan HAM, Pekerjaan Sosial dengan Anak, Pengembangan Masyarakat, Kebijakan Sosial, Analisis Kebijakan Sosial.
AITAA dibentuk pada 1969 bertujuan untuk meningkatkan hubungan di antara alumni dan interaksi berkelanjutan dari alumni dengan AIT, mempromosikan dan mendukung AIT untuk mencapai misinya, meningkatkan reputasi dan integritas AIT melalui penerapan pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman alumni di AIT untuk bermanfaat bagi masyarakat.
Hingga saat ini, AITAA memiliki 27 Cabang Nasional di seluruh dunia di antaranya Australia, Bangladesh, Bhutan, Brunei, Kamboja, Kanada, Asia Tengah, China, Eropa, Hong Kong / Makau, India, Indonesia, Jepang, Republik Korea, Laos, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Nepal, Pakistan, Filipina, Singapura, Sri Lanka, Taiwan, Thailand, Amerika Serikat dan Vietnam.
Dirjen Edi merupakan satu di antara 823 alumni AIT dari seluruh dunia. Ia menyelesaikan studi S-2 di AIT pada 1994. (Prwr)