JAKARTA, sahabatrakyat.com– Kapolda Bengkulu Irjen Pol Teguh Sarwono melalui Kepala Bidang Huhungan Masyarakat Kombes Pol Sudarno mengatakan, selain akan mengedepankan edukasi, Polda Bengkulu dan jajaran juga akan mengutamakan mediasi dalam menangani perkara terkait dengan UU ITE.
Hal itu, kata Sudarno, dalam rangka menindaklanjuti Surat Edaran Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.
“Jadi kami akan lebih mengutamakan upaya edukasi lebih dulu dan langkah persuasif, bila ada korban yang ingin tetap melanjutkan hingga pengadilan akan kami upayakan mediasi terlebih dahulu,” kata Sudarno.
Surat Edaran bernomor: SE/2/11/2021 itu ditandatangani langsung oleh Kapolri
Jenderal Listyo Sigit pada Jumat, 19 Februari 2021, dalam rangka merespon perkembangan situasi nasional terkait penerapan UU Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital.
“Maka diharapkan kepada seluruh anggota Polri berkomitmen menerapkan penegakan hukum
yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat,” ujar Kapolri dalam Surat
Edaran tersebut.
Bahwa dalam rangka penegakan hukum yang berkeadilan dimaskud, Polri senantiasa
mengedepankan edukasi dan langkah persuasif sehingga dapat menghindari adanya dugaan
kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan serta dapat menjamin ruang digital
Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika, dan produktif.
Penyidik Polri pun diminta memedomani hal-hal sebagai berikut:
a. mengikuti perkembangan pemanfaatan ruang digital yang terus berkembang dengan
segala macam persoalannya;
b. memahami budaya beretika yang terjadi di ruang digital dengan menginventarisir
berbagai permasalahan dan dampak yang terjadi di masyarakat;
c. mengedepankan upaya preemtif dan preventif melalui virtual police dan virtual
alert yang bertujuan untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan, serta
mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber;
d. dalam menerima laporan dari masyarakat, penyidik harus dapat dengan tegas
membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat
dipidana untuk selanjutnya menentukan langkah yang akan diambil;
e. sejak penerimaan laporan, agar penyidik berkomunikasi dengan para pihak terutama
korban (tidak diwakilkan) dan memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya
kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi;
f. melakukan kajian dan gelar perkara secara komprehensif terhadap perkara yang
ditangani dengan melibatkan Bareskrim/Dittipidsiber (dapat melalui zoom meeting) dan
mengambil keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan fakta dan data yang ada;
g. Penyidik berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan
hukum (ultimatum remidium) dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian
perkara;
h. terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar
menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice terkecuali
perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme;
i. korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya
telah sadar dan meminta maaf, terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan
sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali;
j. penyidik agar berkoordinasi dengan JPU dalam pelaksanaanya, termasuk memberikan
saran dalam hal pelaksanaan mediasi pada tingkat penuntutan;
k. agar dilakukan pengawasan secara berjenjang terhadap setiap langkah penyidikan
yang diambil dan memberikan reward serta punishment atas penilaian pimpinan secara
berkelanjutan.
“Polda Bengkulu dan Polres jajaran siap untuk melaksanakan penanganan kasus UU ITE dengan lebih mengutamakan upaya edukasi dan langkah persuasif sesuai dengan yang telah diinstruksikan oleh Kapolri dalam edarannya,” tutup Sudarno.
Pewarta: Jean Freire