Ata (kanan) saat menyampaikan laporan keluhannya ke BPJS Arga Makmur/MS Firman

BENGKULU UTARA, sahabatrakyat.com– Manajemen RSUD Arga Makmur ternyata sudah mengganti uang yang dikeluarkan Ata (37 tahun), warga Desa Kuro Tidur, Kecamatan Arga Makmur, Kabupaten Bengkulu Utara, yang terpaksa menggadai hape-nya demi menebus obat buat istrinya di salah satu apotek.
Ata sendiri sempat melaporkan keluhannya secara tertulis ke kantor BPJS Cabang Arga Makmur pada Jumat (02/02/2018).
“Esok harinya saya dipanggil pihak rumah sakit melalui telepon seluler untuk datang menghadap Sub. Bid Pelayanan dan Penunjang Medik. Dan pada saat itu pihak rumah sakit mengembalikan uang yang saya menebus obat di luar apotek rumah sakit,” cerita Ata.
Ata mungkin salah satu warga atau peserta BPJS yang beruntung karena memahami soal pelayanan kesehatan di rumah sakit dan BPJS sehingga keluhannya terjawab.
Sebab boleh jadi masih ada banyak warga atau peserta BPJS yang belum memahami mana tugas rumah sakit dan mana yang menjadi urusan BPJS.
“Kita bicara fakta, sebagian masyarakat belum dapat membedakan antara BPJS dengan rumah sakit. Ada yang menganggap antara BPJS dan rumah sakit itu sama, ada yang bilang rumah sakit di bawah BPJS. Kalau rumah sakit-nya jelek berarti BPJS-nya jelek,” ungkap dr. Ikshan Kurniawan, Verifikator PJS Kesehatan Unit Arga Makmur kepada sahabatrakyat.com baru-baru ini.
Sebagian masyarakat juga belum mengetahui batasan. Seolah-olah bila perawatnya jutek atau dokternya jarang visit, misalnya, seolah-olah BPJS yang salah.
“Padahal tidak begitu, kita dua badan yang berbeda: BPJS sendiri dan Rumah Sakit sendiri.
Kalau urusan pelayanan, keramahan petugas, perawat, dokter, ketersediaan obat, kamar kotor atau bersih, ada AC atau tidak itu bukan urusan kita karena rumah sakit itu bukan punya BPJS itu urusan rumah tangganya rumah sakit,” tegas dr. Ikshan.
Terkait ketersediaan obat Pak Ata, lanjut Ikshan, mungkin masyarakat berpikir BPJS tidak menyediakan obat. Kata ikshan, itu pendapat yang salah.
“Kami tidak menyediakan obat maupun membeli obat. Obat-obatan itu urusannya instalasi farmasi rumah sakit.
Seperti pengajuan obat untuk tahun depan, pencatatan obat mana yang habis bulan ini, kira-kira butuh berapa banyak untuk bulan depan, koneksi ke distributor, obat itu semua urusan rumah sakit, kita tidak masuk ke dalam hal itu, bukan kita yang menyediakan obat. Itu semua rumah tangganya rumah sakit,” tegasnya.
Ranahnya BPJS, kata Ikshan, adalah memberikan pembayaran ke rumah sakit. Sementara untuk pengadaan obat tanggung jawab pihak rumah sakit bukan BPJS.
“Wewenang kita itu hanya batas menegur, menyampaikan keluhan-keluhan peserta BPJS bila melapor secara tertulis. Untuk menegaskan pihak BPJS tidak ada landasan hukumnya, yang lebih memiliki peran itu Dinas Kesehatan sebagai instansi terkait,” lanjut dia.
“Rumah Sakit dan BPJS itu setara tingkatnya, yang bisa kita lakukan melalui pengumpulan eviden, ada bukti. Nanti melalui forum kemitraan kita ketemu dengan Kadinkes, Bupati, Direktur Rumah Sakit dan kita serahkan kepada mereka, karena yang menyelesaikan Dinkes. Yang jelas, bupati langsung karena rumah sakit milik pemerintah,” tukasnya.
Ikshan mengatakan, untuk obat peserta BPJS tidak dikenal pemilihan masuk atau tidak masuk dalam fornas. Semua tetap masuk dalam pembayaran BPJS.
“Kecuali peserta BPJS meminta sendiri, selagi kita tidak meminta itu tidak boleh dibebankan kepada peserta BPJS,” jelasnya.
“Obat paten atau tidak paten tidak ada alasan dokter menyarankan beli obat di luar, tidak ada alasan, kecuali pihak keluarga pasien peserta BPJS meminta,” tandas Ikshan.
Nudiarto

Terpisah, Ketua LSM Kibar Bengkulu Utara, Nudiarto, mengaku sangat menyayangkan apa yang sudah terjadi.
Ia menjelaskan, sebenarya tidak ada istilah obat tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No 28 Tahun 2014 tidak dibenarkan obat pasien BPJS Kesehatan beli sendiri.
Karena itu, dia berharap pihak pemerintah daerah melalui dinas terkait dapat membenahi manajemen rumah sakit dan melakukan pengawasan internal.
“Agar kedepan manajemen rumah sakit benar-benar sesuai standar dan kita juga berharap dari RSUD sampai ke pelayanan di desa-desa berjalan sesuai aturan.”
“Pemerintah dengan gencar mengharuskan kepada masyarakat masuk menjadi peserta BPJS, tetapi pelayanan di rumah sakit masih bayak dikeluhkan oleh masyarakat. Stock obat bisa habis kan lucu!?” ujarnya.


Penulis: MS Firman
Editor: Jean Freire