BENGKULU, sahabatrakyat.com Aksi unjuk rasa mahasiswa Bengkulu di DPRD Provinsi Bengkulu, Selasa (23/9/2019) diwarnai kericuhan. Massa aksi sempat terlibat saling dorong dengan aparat keamanan yang menahan langkah demonstran.
Situasi kian memanas. Puncaknya, polisi menyemprotkan gas air mata untuk memukul mundur pengunjuk rasa. Massa pun berhamburan mencari tempat perlindungan hingga masuk ke kantor PWI dan Antara yang berada persis di depan Sekretariat DPRD Provinsi Bengkulu di Jalan Pembangunan itu.
Selain itu, kericuhan itu juga membuat massa meluapkan emosi. Satu unit mobil patroli polisi pun menjadi sasaran amuk.
Diketahui massa aksi yang berjumlah ribuan itu datang mengatas-namakan diri Pemuda Raflesia. Mereka berasal dari mahasiswa Unib, UMB, Unihaz, Dehasen,IAIN, dan sejumlah perguruan tinggi lainnya di Kota Bengkulu.
Aksi unjuk rasa itu terkait penolakan pengesahan sejumlah RUU karena dianggap bermasalah. Termasuk menyikapi sejumlah isu nasional lainnya.
Kericuhan mulai tampak saat upaya mediasi mahasiswa dengan anggota DPRD menemui jalan buntu. Mahasiswa meminta bisa masuk ke gedung parlemen, namun tidak diindahkan.
Aksi saling dorong pun mulai terjadi hingga polisi menyemprotkan gas air mata ke arah mahasiswa. Mahasiswa bukannya mundur. Mereka malah membalas dengan melemparkan batu ke arah gedung DPRD.
Aksi mulai mereda ketika Danrem Gamas Bengkulu Kolonel Inf Dwi Wahyudi turun ke lokasi untuk meredakan suasana.
Menurut salah seorang negosiator asal Unib, mahasiswa menuntut bisa masuk ke gedung dewan dan beraudiensi dengan anggota dewan. Ia khawatir, jika aspirasi itu tak dipenuhi, maka mahasiswa lainnya yang kecewa akan memaksa masuk.
“Takutnya seperti ini, kita sama-sama menjaga ketertiban. Jika seandainya anggota dewan yang ke sana, mereka tidak masuk, mungkin pagar bisa dirusak oleh mereka karena kecewa,” ujarnya.
“Negosiator kami bertiga dan kesepakatan kami jelas bahwa kami masuk untuk audiensi langsung. Subtansi kami jelas seluruh yang hadir pada hari ini jika tidak sesuai kapasitas mungkin kami akan di luar tapi izinkan kami masuk dulu. Seberapa muatnya. Ini gedung rakyat,” jelasnya.
Setelah suasana mereda, perwakilan mahasiswa yang melakukan orasi meminta anggota DPRD keluar dan menggelar parlemen jalanan. Mereka juga meminta Ketua DPRD Provinsi Bengkulu membacakan serta mengesahkan tuntutan mahasiswa Bengkulu.
Tuntutan mahasiswa akhirnya dibacakan dua unsur pimpinan dan sejumlah anggota dewan lainnya lantaran ketua dewan tidak ada di tempat. Dua unsur pimpinan itu ialah Suharto dan Erna Sari Dewi.
Adapun tujuh tuntutan yang disampaikan para demonstran adalah:

  • 1. Mendukung pelaksanaan yudisial review UU KPK;
  • 2. Menolak pengesahan RUU KUHP, RUU Ketenagakerjaan, dan RUU Pertanahan;
    3. Menuntut pemerintah melaksanakan pengkajian ulang terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual;
    4. Menuntut pemerintah tuntaskan permasalahan Papua dengan pendekatan humanis;
    5. Mendesak pemerintah untuk reforma agraria;
  • 6. Tolak Kenaikan BPJS;
  • 7. Mengecam tindakan pembakaran hutan dan lahan, serta mendesak pemerintah menuntaskan permasalahan Karhutla.

Wakil Ketua I DPRD Bengkulu Suharto yang diwawancarai usai menerima tuntutan mahasiswa itu menjelaskan pihaknya akan memperjuangkan aspirasi dan tuntutan mahasiswa.
“Tuntutan kami DPRD Provinsi Bengkulu sama seperti adinda-adinda mahasiswa sekalian dan kita sebagai wakil rakyat akan penuh konsentrasi memperjuangkan tuntutan adinda sekalian,” kata Suharto.
Suharto menambahkan, “kita dewan ada hirarki melakukan tindakan rutin ke Kemendagri supaya tuntutan adinda mahasiswa dikawal di pusat karena kita sebagai perwakilan daerah tentu tidak bisa mengambil keputusan secara lokal,” tandasnya.


Pewarta: Yopy Rivaldo