Hakim Pengadilan Tinggi Bengkulu saat membacakan keputusan menolak banding RM/ist

BENGKULU- Upaya menentang keputusan hukum secara resmi atau banding yang diajukan Gubernur Bengkulu (non-aktif) Ridwan Mukti (RM) dan istrinya, Lily Martiani Maddari, akhirnya dijawab Pengadilan Tinggi (PT) Bengkulu.
Dalam sidang putusan banding yang digelar Rabu (28/3), majelis hakim yang diketuai Adi Dachrowi, SA, SH, MH dan anggota Ratna Mintarsih, SH dan Sudirman Sitepu, itu memutuskan menolak permohonan banding RM dan Lily.
PT juga memutuskan pidana penjara menjadi selama 9 tahun dan denda Rp 400 juta. Atau lebih tinggi dibanding vonis Pengadilan Negeri sebelumnya selama 8 tahun dan denda Rp 400 juta.
Putusan hakim terkait pencabutan hak politik RM juga lebih tinggi, yakni menjadi selama lima tahun atau tiga tahun lebih lama dari vonis Pengadilan Negeri Bengkulu yang memutus 2 tahun.
Selain dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, Majelis hakim menyebut beberapa alasan lain yang mendasari keputusan penolakan terhadap banding RM dan Lily.
Pertama, terdakwa RM dinilai tidak memperhatikan pembangunan infrastruktur di Bengkulu, khususnya pembangunan jalan sehingga jalan-jalan ke daerah semakin rusak parah dan mengakibatkan mengganggu transportasi ke daerah-daerah;
Kedua, terdakwa RM meminta fee setiap investor pembangunan jalan sehingga mempengaruhi kualitas jalan;
Ketiga, pembangunan infrastruktur jalan di Bengkulu tertinggal dari provinsi lain karena kepemimpinan terdakwa RM kurang menarik bagi investor untuk menanam modalnya di Bengkulu sehingga secara umum perekonomian Bengkulu tertinggal dari provinsi lain;
Keempat, karena pembangunan tidak meningkat sehingga tingkt kemiskinan semakin bertambah dan pada gilirannya tingkat kriminal tinggi;
Kelima, berdasar fakta di persidangan terungkap bahwa pokok masalah dalam perkara adalah tentang penyalah-gunaan kewenangan jabatan yang berujung pada tindak pidana korupsi.
Seperti diketahui, kasus suap yang menjerat Ridwan Mukti serta istrinya Lily Martiani Maddari bermula dari OTT KPK pada 20 Juni 2017 lalu.
Awalnya KPK melakukan OTT kepada istri Ridwan Mukti dan dua orang kontraktor yakni Rico Dian Sari dan Jhoni Wijaya.
Ridwan Mukti yang saat OTT berlangsung sedang memimpin rapat di kantor Gubernur Bengkulu akhirnya mendatangi Polda Bengkulu, tempat istrinya diamankan dan diperiksa oleh penyidik KPK.
Namun akhirnya, Ridwan Mukti ikut diboyong ke Jakarta dan ditetapkan menjadi tersangka bersama tiga ter OTT lainnya, yakni Lily, Rico dan Jhoni.
Humas PT Bengkulu Kusnawi Mukhlis mengatakan, jika terdakwa menolak putusan itu, maka ada waktu satu minggu untuk melakukan upaya hukum berikutnya, yakni kasasi.
“Setelah putusan ini disampaikan ke pengadilan negeri, maka pengadilan negeri akan memberi-tahukan ke para pihak apakah mereka menerima atau menolak,” jelas dia.
Sidang banding sendiri tidak dihadiri para pihak, baik terdakwa RM maupun Lily serta pihak JPU. Jalannya sidang putusan banding hanya disaksikan para pewarta.
Terkait hal itu, Humas PT Bengkulu Kusnawi Muklis mengatakan, dalam sidang banding para pihak tidak wajib hadir.
“Persidangan di tingkat banding itu tidak lagi memeriksa fakta-fakta. Sebab yang diperiksa itu adalah soal apakah putusan pengadilan negeri itu telah sesuai undang-undang menyangkut masalah fakta dan penerapan hukumnya,” jelas dia.
Menurut Kusnawi, kehadiran para pihak bisa saja diwajibkan jika Pengadilan Tinggi perlu melakukan pemeriksaan ulang untuk mendapatkan tambahan fakta-fakta hukum.


Editor: Jean Freire
Sumber: rri.co.id