BENGKULU UTARA, sahabatrakyat.com– Pasal ribut-ribut soal pemberitaan yang menyebut puluhan ijazah siswa SMKN 1 Bengkulu Utara (BU) ditahan pihak sekolah lantaran belum membayar uang komite akhirnya terjawab.
Dalam rapat komite terbuka yang berlangsung pada Senin (23/9/2019) di SMKN 1 BU yang dihadiri orang tua/wali murid, kepala sekolah dan dewan guru, plus Ketua MKKS SMK BU dan Ketua MKKS SMA BU Drs Kaman, tudingan ijazah ditahan itu dibantah.
Kepala SMKN 1 BU Rukman Efendi yang dikonfirmasi di ruang kerjanya usai rapat, menjelaskan, sekolah tidak pernah menahan ijazah siswa/siswi yang telah menyelesaikan pendidikannya di sekolah tersebut.
Ia menegaskan, ijazah tersebut belum bisa diambil karena siswa yang bersangkutan belum membubuhkan cap tiga jari.
“Ini hanya diskomunikasi saja. Jujur kami sampaikan, besar tanggung jawab kami menjaga ijazah yang belum diambil oleh siswa/siswi bersangkutan. Bagaimana kami mau memberikan kepada orang tua/wali kalau ijazah tersebut belum dicap tiga jari,” ujarnya.
“(Sebab) Sebelumnya, sekolah memberikan ijazah kepada siswa yang datang ke sekolah bersama orang tua/walinya setelah dicap 3 jari, tidak ada yang dihambat. Intinya adanya komunikasi,” terang Rukman.
Penegasan serupa disampaikan Ketua MKKS SMK Kabupaten BU Firdaus, S.Pd, M.Pd. Ia juga menepis tudingan yang menyebut sekolah sengaja menahan ijazah demi pungutan kumite.
“Yang mengatakan pihak sekolah itu menahan ijazah, itu tidak benar. Bisa saja orang tua sudah memberikan kewajiban itu kepada anaknya, tapi tidak disampaikan anaknya, akhirnya orang tuanya marah,” tukasnya.
Kemarahan orang tua atau wali murid, lanjut Firdaus, juga bukan kepada sekolah, tetapi kepada siswa itu sendiri.
“Dan sampai detik ini pihak sekolah tidak ada namanya menahan ijazah siswa yang belum memenuhi kewajibannya maupun yang sudah memenuhi kewajibannya,” papar Firdaus.

Adeva Orgatri Prastya, alumni siswa SMKN 1 BU, mengatakan ia sudah melunasi kewajibannya sebagai siswa, tetapi ijazah belum dia ambil lantaran mengurus ibunya yang masuk rumah sakit.
“Koma selama 3 hari dan dirawat selama semingguan. Kebetulan ibu masih sibuk bolak- balik kontrol ke RSUD M. Yunus mau operasi jadi belum ada kesempatan saya mengambil ijazah tersebut,” katanya.
“Saya sudah melunasi semua kewajiban saya selaku siswa. Buktinya ada. Menurut saya, tidak ada penahanan ijazah dari pihak sekolah. Cuma waktu saya belum sempat mengambil ijazah itu.”
Menurutnya, pihak sekolah tidak menahan ijazah seperti yang ditudingkan. “Ya, namanya SPP itu sudah kewajiban kan. Jaman sekarang ini apa sih yang gratis? Lagian SPP sudah kewajiban bagi seorang siswa atau siswi,” paparnya.
Hal senada juga disampaikan alumni lainnya, Fiki Nurhidayati. Ia yang datang bersama orang tuanya, tiba-tiba berdiri lalu mengatakan bahwa yang terjadi bukan menjaga nama baik sekolah. Sebaliknya malah menjelekan sekolah.
“Secara pribadi saya meminta maaf kepada bapak ibu guru di sekolah ini,” kata Fiki tak kuasa menahan air mata.


Pewarta: MS Firman