Oleh: DMS. Harby*

Pada bagian keenam catatan sejarah Rejangnya, Buya Endar telah mengulas ihwal sejarah Rejang Empat Petulai dan Renah Sekalawi menjadi Lebong. Bagaimana robohnya pohon Benuang Sakti, lenyapnya beruk putih penunggunya dan sirnanya bencana penyakit yang menyerang penduduk Renah Sekalawi. Dari peristiwa inilah muncul penamaan bagi petulai-petulai di Tanah Rejang yang hingga terkenal dengan nama Rejang Pat Petulai.

Pada 18 dan 20 Oktober 2016, Buya Endar kembali melanjutkan serial catatan sejarah Rejangnya. Pada bagian ketujuh dan kedelapan ini, Buya Endar mengulas tentang silsilah keempat petulai yang bermula dari keempat biku Pagaruyung sebagai pemimpin mereka. Sebelum menguraikan silsilah kerajaan Rejang Empat Petulai itu, Buya Endar menyatakan bahwa sejak peralihan kepemimpinan dari empat ajai ke empat biku dari Pagaruyung itu, masyarakat Renah Sekalawi hidup makmur.

Peralihan pemerintahan Pinang Belapis dengan keempat ajainya, ke pemerintahan Rejang Pat Petulai dengan keempat biku Pagaruyung yang diperkirakan Abad XV M itu tidak membuat masyarakat Tanah Rejang tunduk ke Pagaruyung apalagi ke Majapahit. Masyarakat Rejang berdaulat penuh akan adat dan ulayatnya. Bahkan, masyarakat Rejang pun punya aksara dan bahasa sendiri. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Rejang sejak dulu sudah mempunyai peradaban yang tinggi dan budi bahasa yang santun.

Silsilah Petulai Tubeui berawal setelah Biku Sepanjang Jiwo yang tidak meninggalkan keturunan di Renah Sekalawi kembali ke Pagaruyung. Sebagaimana diceritakan sebelumnya, Rajo Megat yang datang menggantikannya. Bangsawan Pagaruyung ini menikahi puteri Ajai Bintang yang bernama Puteri Gilan atau Puteri Rambut Seguling yang melahirkan Rajo Mawang dan Puteri Senggang.

Rajo Megat merupakan pemimpin awal kerajaan Rejang Empat Petulai. Kepemimpinan selanjutnya diteruskan oleh puteranya. Rajo Mawang sendiri berputera tujuh orang. Mereka adalah Ki Geto, Ki Tago, Ki Ain, Ki Jenain, Ki Geting, Ki Karang Nio dan Puteri Serindang Bulan. Rajo Mawang juga digantikan oleh puteranya Ki Karang Nio alias Sultan Abdullah yang berputera empat orang. Ki Pati alias Rio Patai, Ki Pandan alias Tuan Rajo, Puteri Jenar Anum dan Puteri Batang Hari. Makam Ki Pati dikenal dengan Keramat Semelako. Makam Ki Pandan dikenal dengan Keramat Lebong. Sedang tempat raibnya Ki Karang Nio dikenal dengan Keramat Ulu Deras.

Sementara silsilah Petulai Juru Kalang dimulai dari Biku Bembo yang menikahi puterinya Biku Bermano yang bernama Puteri Senggang. Melahirkan sembilan orang anak. Mereka adalah Rio Taun, Rio Menaun, Rio Muun, Rio Tebuun, Rio Apai, Rio Penitis, Rio Sitanggai Panjang, Putri Dayang Reginang dan Putri Dayang Regining. Tempat raibnya Biku Bembo disebut Keramat Tapus.

Sedangkan Petulai Bermani bermula silsilahnya dari Biku Bermano yang menikahi Puteri Senggang, anak Rajo Megat, pemimpin Petulai Tubeui. Biku Bermano berkedudukan di Kuteui Rukam yang berada di antara Kota Donok dan danau Tes sekarang. Setelah Biku Bermano wafat, anaknya yang meneruskan kepemimpinan Petulai Bermani. Adalah Tahta Tunggal Terguling Sakti anak Biku Bermani ini. Adapun keturunannya sebagaimana telah diulas pada bagian terdahulu. Biku Bermano sendiri terkenal dengan keramatnya yang disebut Keramat Kuteui Rukam.

Adapun silsilah Petulai Selupu bermula dari Biku Bejenggo yang berkedudukan di Batu Lebar dekat Anggung Kesambe. Berputera dua orang yaitu Bujang yang merantau dan mendirikan Kuteui di daerah Tebing Tinggi sekarang. Serta Sepatu Itam yang meneruskan kepemimpinan Biku Bejenggo di Batu Lebar. Walau dimanapun keturunan Biku Bejenggo berada, mereka tetap menamakan petulainya Selupu Rejang.


Penulis alumni Madrasah Tarbiyah Islamiyah Curup, Pesantren Arrahmah Curup dan Pesantren Nurul Huda Sukaraja OKU Timur. Selain sebagai Ketua PC Tarbiyah-PERTI Rejang Lebong dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Tarbiyah Rejang Lebong, penulis juga Wakil Ketua Yayasan PPNH Sukaraja