BENGKULU, sahabatrakyat.com-  Organisasi penggiat lingkungan Genesis Bengkulu menilai pemerintah harus mengevaluasi bahkan mencabut izin tambang bagi sejumlah perusahaan yang beroperasi di kawasan Bukit Barisan.
Dalam rilis di laman media sosialnya yang diposting Selasa petang (30/4/2019), Genesis menguraikan argumentasinya. Ibarat tubuh manusia, Bukit Barisan Bengkulu adalah punggungnya Sumatera.
Genesis menyebut Bengkulu bukanlah provinsi yang besar di Indonesia, bahkan pulau Sumatera. Luas daratannya hanya 1,9 juta hektar, 46% atau 924 ribu adalah kawasan hutan, membentang disepanjang Bukit Barisan.
“Hutan Bengkulu yang merupakan bentang alam Bukit Barisan adalah tulang punggung Sumatera. Sama seperti tulang punggung pada tubuh manusia, Bukit Barisan, tulang punggung Sumatera ini berfungsi untuk menopang, memberi kekuatan dan menjamin keseimbangan tubuh Sumatera,” jelas Direktur Genesis Bengkulu Uli Arta Siagian yang dikonfirmasi Selasa malam.
Secara ekologis, papar Uli, Bukit Barisan menjadi sumber air dari seluruh sungai besar yang ada di Pulau Sumatera. Sungai-sungai yang bermuara ke pantai barat (samudera Hidia) dan pantai timur (selat Malaka).
Bukit barisan juga menjadi rumah beragam jenis flora dan fauna.
Tetapi saat ini, berdasar hasil analisa Genesis, seluas 97.555 hektar hutan Bukit Barisan diancam oleh 10 perusahaan tambang dengan komoditi batubara dan emas.
“Luasan ini 1,5 kali lebih luas dari Provinsi DKI Jakarta yang hanya 66.152 hektar,” banding Uli.
Genesis menyebut 10 perusahaan yang izinnya masuk dalam kawasan hutan tersebut adalah PT. Bengkulu Utara Gold (Anak perusahaan SARATOGA Grup), PT. Perisai Prima Utama (di dalam dokumen SK IUP tercatat nama anak Setia Novanto, Rheza Rewindo sebagai komisaris), PT. Inmas Abadi, PT. Energi Swa Dinamika Muda, PT. Bara Mega Quantum yang izinnya berada di DAS Bengkulu (berdasarkan tracking media, perusahaan ini milik Dinmar Nadjamudin, adik dari Agusrin Nadjamudin dan Sultan Nadjamudin), PT. Ratu Samban Mining, PT. Inti Bara Perdana, PT. Kusuma Raya Utama, PT. Bara Indah Lestari dan PT. Bumi Arya Syam dan Syah.
Saat ini ada 43 Izin Usaha Pertambang yang mengkapling daratan Bengkulu. Totalnya 220.750 hektar (Data dinas ESDM; Maret 2019) sama dengan 3 kali lipat luas negara Singapura.
Izin-izin tersebut tersebar hampir di seluruh kabupaten di Provinsi Bengkulu : Bengkulu Utara (22 IUP), Bengkulu Tengah (8 IUP), Kaur (3 IUP), Lebong (2 IUP), Seluma (8 IUP).
Sebaran izin-izin ini hampir keseluruhannya berada di bagian hulu Provinsi Bengkulu, seperti di wilayah DAS Air Bengkulu, wilayah DAS Air Ketahun, dan DAS Sebelat.
Aktivitas pertambangan mengubah bentang alam, dari semula memiliki tutupan lahan yang baik menjadi terbuka dengan kerukan. Kawasan hulu, termasuk juga kawasan hutan yang merupakan catchment area, kehilangan fungsi tata air.
“Akhirnya saat intensitas curah hujan tinggi air langsung masuk ke sungai dan sungai meluap. Banjir dan longsor terjadi. Banjir yang melanda Bengkulu 27 April yang lalu, disebabkan oleh luapan sungai dari ketiga DAS tersebut,” simpul Uli.
Genesis juga mencatat perusahaan-perusahaan tersebut meninggalkan sebanyak 103 lubang tambang dan telah menelan korban 2 orang anak yang meninggal di lubang tambang tersebut.
“Pertanyaannya kemana dana jaminan reklamasi dan pasca tambang yang disetor oleh perusahaan? atau perusahaan-perusahaan tersebut tidak menyetorkan kewajiban dana jaminan reklamasi dan pasca tambang? Lalu mengapa terbit izin operasi produksi?” tanya Uli.
Sumbang Krisis
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bengkulu, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bengkulu sebesar 60.675 miliar (PDRB berdasarkan harga berlaku).
Dari pendapatan makro tersebut, sektor pertambangan hanya menyumbang 3,6% bagi PDRB Bengkulu atau sebesar 2156 miliar (PDRB atas dasar harga berlaku). Sedangkan sektor pertanian, sebesar 29,22% atau 17.729 miliar (PDRB atas dasar harga berlaku).
Peranan sektor pertanian dalam perekonomian Provinsi Bengkulu sangat dominan ketimbang sektor lainnya. Namun menjadi sektor yang berperan penting bagi ekonomi Provinsi Bengkulu, tidak serta merta kawasan pertanian terlindungi.
Di beberapa wilayah seperti Desa Kota Niur, Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah, wilayah Arantiga, kawasan sentral persawahan dikeruk oleh perusahaan tambang.
Lalu di Desa Gunung Payung, Kabupaten Bengkulu Utara harus kehilangan seluas 280 ha lahan persawahan setelah perusahaan tambang masuk.
Secara umum, alih fungsi lahan persawahan terjadi karena sungai yang menjadi sumber air sudah kehilangan debitnya, lantaran aktivitas pertambangan yang tidak jauh dari sungai.
“Lalu, apa yang kita terima selain krisis?” cetus Uli.
“Mengingat pentingnya fungsi Bukit Barisan bagi kehidupan kita, maka sudah seharusnya pemerintah mencabut izin pertambangan yang ada di hutan Bukit Barisan. Sebab, Bukit Barisan bukan untuk pertambangan ataupun perkebunan skala besar,” katanya.
Mengevaluasi izin pertambangan yang ada saat ini juga menjadi keharusan bagi pemerintah, terkhusunya yang berada di wilayah hulu DAS, melihat krisis yang harus kita terima.
“Krisis ini juga menjadi pelajaran penting, untuk penataan ruang Provinsi Bengkulu maupun kabupaten berbasis keseimbangan ekologis dan keselamatan rakyat,” tandasnya.


Penulis: Jean Freire
Editor: Jean Freire