LEBONG, sahabatrakyat.com Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lebong tengah merancang program pemanfaatan limbah sekam padi dan kulit kopi untuk mengurangi pencemaran lingkungan sekaligus meningkatkan kesuburan tanah.
Kepala DLH Lebong, Zamhari SH MH menjelaskan, sekam padi dan kulit kopi biasanya dibuang begitu saja sebagai limbah. Meski bukan anorganik, limbah yang kerap dibuang di aliran sungai ini tergolong bahan yang lambat diurai di alam karena mengandung silikon.
“Pencemarannya memang tidak ada. Namun sulit terurai. Yang dibutuhkan tanah kan zat-zat yang terurai untuk menambah kesuburan,” jelasnya.
Zamhari mengatakan, agar bisa dimanfaatkan, limbah sekam padi dan kulit kopi ini akan diolah menjadi kompos. “Nah kalau dijadikan kompos, maka proses penguraian menjadi lebih cepat karena kulit padi yang mengandung silikon akan diproses dengan bahan utama M4 dipadukan berbagai bahan lainya seperti gula merah, gula tebu, pupuk kandang dan lainnya,” papar Zamhari.
Menurut dia, kompos dari sekam padi dan kulit kopi ini akan diproduksi secara massal. Namun pihaknya akan mendorong lebih dulu adanya payung hukum atau regulasinya. “Sebelum diproduksi perlu disahkannya terlebih dahulu dua peraturan daerah untuk menjadi dasar hukumnya, yakni Perda Pengolahan Sampah dan Perda Baku Mutu Air,” kata Zamhari.
Yang ingin dicapai, sampainya, adalah produksi kompos itu dilakukan dan digunakan oleh para pemanfaat kompos itu sendiri, bukan untuk diperjualbelikan.
“Jika nanti sudah berjalan maka ada siklus konservasi yang berjalan seperti pada petani, masyarakat, pengusaha, investor dan sebagainya,” tambah Zamhari kepada sahabatrakyat.com awal Oktober (5/10/2019) di ruang kerjanya.
Terpisah, Ketua Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) Supriadi SP mengatakan, penggunaan pupuk kompos untuk pertanian sangat baik untuk lingkungan dan keberhasilan pertanian dalam jangka panjang, selain dapat menghemat biaya usaha.
Dengan kompos, katanya, penggunaan pupuk kimia bisa diminimalkan. Ia mencontohkan untuk satu pohon tanaman cabai, jumlah pupuk kimia yang dibutuhkan cukup satu sendok di awal tanam dan sebelum panen.
Supriadi yang juga sudah pengalaman menggunakan kompos sekam padi dan kulit kopi mengaku dari seribu batang cabai yang ditanaminya bisa meraup untung hingga Rp 15 juta dalam satu kali tanam.
“Kalau kimia, mikroba-mikroba tanah itu akan mati. Kalau mati siapa yang mengolah unsur-unsur hara untuk dimakan tanaman,” tukas Supri yang menetap di Desa Air Kopras, Kecamatan Pinang Belapis.
Pengalaman sukses itu sendiri sudah dibagikan Supriadi kepada petani lainnya. Lewat P4S yang dia pimpin, pemanfaatan kompos itu sudah dilakukan petani di wilayah Kecamatan Pinang Belapis, Lebong Atas dan Lebong Selatan untuk tanaman palawija.
“Di Kabupaten sudah kita kelilingi untuk bertemu dan melakukan pendampingan walau masih bersifat individu,” ungkap Supriadi.


Pewarta: Aka Budiman dan Sumitra Naibaho